Senin, 28 Januari 2013

HAL HAL YANG HARAM DILAKUKAN GURU DALAM KELAS (Bagian 2)



Baiklah kita lanjutkan lagi pembicaraan kita tentang hal hal yang tidak seharusnya dilakukan seorang guru didepan siswa siswinya. Hal hal yang akan saya sebutkan adalh mutlak untuk dihindari guru kalau sebagi guru anda berharap bisa mengembangkan suasana kelas yang aman dan nyaman serta kondusif untuk proses belajar mengajar. Hal haram berikutnya yg tidak boleh didekati oleh guru adalah:


n  Menunjukkan diri yang paling hebat.
Untuk meredam kenakalan siswa atau untuk mengambl hati siswa agar mudah diatur selama berlangsungnya proses belajar mengajar, tidaklah perlu sampai guru menyomongkan dirinya dengan menunjukan kehebatan dan prestasinya. Apalagi kalau prestasi yang dibangga bangakan itu diceritakn setiap hari. Selain nantinya guru tidak akan ngajar karena fokus pembicaraan bukan diarahkan ke pelajran tapi diarahkan ke pribadi sang guru beserta segala bualannya, cerita yang sama yg diulang ulang cuma akan menimbulkan ejekan pada sang guru dan menjadikan sang guru jd bahan candaan siswa. Dampaknya sdh bisa ditebak tdk akan ada respek yg bisa diterima oleh sang guru. Hal ini erlu saya samppaikan karena ada sekian banyak guru yang senengnya cerita ttg kehebatan diri, kehebatan anak anaknya, kehebatan cucunya atau bahakan cerita kesuksesan anggota keluaga besarnya. Sejauh pengamatan guru yang begini kurang disuka oleh siswa siswinya.
n  Menempatkan diri sebagai yang paling benar.
Hal yang dibenci siswa dari gurunya yang lain adalah sikap guru yang sok merasa paling jago, paling ngerti dan paling benar sendiri. Guru yang seperti ini akan cenderung membenarkan pendapatnya sendiri dan selalu menyalahkan apa yang disampaikan siswanya. Sikap yang demikian bisa menimbulkan rasa tidak hormat pada guru tersebut dari siswa siswinya karena mereka merasa tidak dihargai oleh sang guru yang sebetulnya diharapakan bisa menghargai mereka sebagi perwujudan rasa sayang guru pada siswanya. Harapan yang bertolka belakang ini akan menimbukan sikap yang mengecilkan dan tidak menghargai guru. Sebagai guru selayaknya kita menghargai apapun pendapat siswa dan memberi apresiasi agar semangat belajarnya tumbuh dan berkembang. Andai pendapat siswa kurang benar tidak seharusnya langsung dibilang “salah” begitu saja. Ada banyak cara agar siswa lebih mengerti persoalannya selain menempatkan pada posisi “orang bodoh”. Lagi pula jaman ini guru bukanlah satu satunya sumber belajar lagi, ada banyak sumber disekitar kita yang memeungkinkan siswa dapat informasi yang bukan dari gurunya. Sehingga akalau ada perbedaan pendapat anatar siswa dan guru ada baiknya guru mencari tahu dulu, siapa tahu siswanya yang benar dan gurunya yang ketinggalan informasi. Sehingga merasa yang paling benar dan paling pintar tidak lagi menjadi sifat bagi kita sebagi guru.
n  Main kayu
Hal lain yang tabu dilakukan guru dalam menenangkan dan mengatur siswanya adalah main kayu atau menggunakan kekerasan fisik terhadap siswa siswinya. Jelas tugas guru itu mendidik dan mengajar siswa bukan menebar sakit hati, dan dendam. Penanganan siswa dengan kekerasan fisik pada siswa tidak akan bisa mengarahkan siswa pada disiplin dan rasa tanggungjawab, justru sebaliknya kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa akan membuat siswa merasa dipermalukan didepan teman temannya. Sebagai akibatanya siswa akan menyimpan dendam pada sang guru dan tentu rasa dendam ini akan memepengaruhi semangat dan motivasi belajar siswa. Bagaimana kita bisa berhrap menciptakan SDM unggul di sekolah kalau  siswa yang ada dipenuhi rasa dendam dalam hatinya? Lagi pula keadaran hukum dan kesadaran akan pendidikan yang baik telah mewabah dikalang orang tua, sehingga kekerasan fisik bisa diartikan bahwa pendidikan di sekolah itu kurang bagus dan kurang bermutu. Bahkankan kekerasan fisik bisa berbuntut jadi ersoalan hukum untuk jaman sekarang. Jangan disamakan dengan jaman tahun 60-70an dimana guru boleh seenak udelenya nempelng siswanya.
n  Melebarkan permasalahan ke tempat lain.
Adakalanya dalam menangani kasus siswa secara tidak sengaja menunjuk siswa yang lain lagi untuk kesalahan yang sama atau mnunjuk siswa lain sebagi sama sama siswa yang badung dengan kasus lain yang sudah lalu. Tindakan ini tidak bijaksana karena guru akan memperluas permasalahan dengan mengundang konflik dengan orang oarang yang tidak perlu.  Ada baiknya bila ada ksus pada salah satu siswa, guru berkonsentrasi untuk menyelesaikan kasus itu dan terfokus pada siswa yang bersangkutan. Tidak perlu kiranya guru memeprluas permasalahn dengan menunjuk kesalaha siswaa yang lain lagi yang ada disekitar situ. Jadi kalimat seperti ‘kamu tuh sama saja bandelnya dengan dia” semesti jangan samapi dikeluarkan.
n  Tidak sesuai antara ucapan dan tindakan.
Ucapan seorang guru haruslah bersifat “sabda pandita ratu tan kena wola wali”, tetap dan mengikat baik pada siswa maupun pada guru itu sendiri. Jangan sampai ucappan guru tidak sesuai dengan tindakannya. Kalau seorang guru mengatakan bahwa membuang sampah harus pada tempatnya kepada siswa siswinya, mka guru tersebut kalau buang sampah tidak boleh sembarangan dan harus pada tempatnya. Kalau siswa disuruh menghormati orang berbicara dengan cara mendengarkan dengan baik, sudah seharusnya kalau siswa berbicara guru juga harus mau mendengarkan siswanya sampai selesai bicara. Jangan sampai guru membuat standard ganda, kalau siswa harus begini begitu, sedang akalu guru boleh suka suka sendiri. Kalau ini terjadi siswa akan kehilangan rasa percaya pada gurunya.
n  Tidak konsisten dalam menangani kasus siswa.
Di dunia ini disebelah manapun, orang sangat menghargai konsistensi, konsistensi itu menunjukkan jati diri dan pendirian yang kuat. Kekonsistenan juga memudahkan orang bersikap padanya, itulah kenapa orang senang dgn orang yang konsisten. Berkaitan dengan sikap konsisten yang dipunya guru, murid akan mengapresiasi tinggi karena sikap konsisten guru menyiratkan keadilan, dan ketidakberpihakkan. Guru harus memastikan bahwa pelanggaran yang sama akan mendapatkan konsekwensi yang sama, perbuatan baik yang sama akan mendapatkan imbalan yang sama. Kalau seorang guru bisa menjaga konsistensinya itu, dia ga akan pernah diprotes siswanya.
n  Menggoda siswanya.
Sempat beberapa kali melihat guru laki yang masih lajang menggoda siswinya. Menurut penglihatan saya sang guru memang tertarik secara seksual atau jatuh cinta pada siswanya. Hal ini sangat haram dilakukan. Karena wajah orang jatuh cinta atau tertarik secar seksusal dgn lawan jenisnya itu sangat kelihatan. Kalau ada guru yang seperti ini tentu akan jd bahan tertawaan siswa siswanya.Apalagi kalau cintanya tidak ditanggapi oleh siswanya,  guru akan menanggung beban psikis yang berat karena suka disindir siswanya, sementara cintanyapun tak berhasil. Ruang kelas akan jadi ruang siksaan bagi si guru dan tempat kurang ajar bagi siswa. Hati hati.
n  Menyentuh siswi / murid perempuan.
Dalam ajaran islam menyentuh lawan jenis yang bukan muhrim (keluarga) itu haram hukumnya. Namun selalu ada saja guru laki yang suka main pegang, main peluk siswanya. Hal ini sangat berbahaya karena perbuatan guru ini akan menurunkan wibawa guru. Siswa tidak akan menaruh hormat padanya malah cenderung menjauh. Furu yang seerti ini tentu sudah susah untuk dihrapkan bisa mengatur siswa untuk tidak berisisik dan fokus dalam belajar. Selain itu kalau sampai disalah mengerti dan dilaporkan sebagai pelecehan seksual akan jadi masalah yang lain lagi.
n  Membandingkan siswa satu dengan siswa yang lainnya.
Walau sessulit apa mengatur tingkah laku siswa, janganlah pernah seorang guru membandingkan si siswa “nakal” dengan temannya yang mudah diatur. Karena dalam membandingkan bisa saja guru terlepas kata yang menyakitkan hati si siswa “nakal’. Kalau proses pembandingan ini berlangsung lama dan terus menerus, siswa ‘nakal” ini bukan saja akan membenci gurunya karena merasa selalu diremehkan , dikecilkan dan dihinakan, tapi si siswa ‘nakal” ini bisa timbul dendam pada siswa baik yang selalu dipakai sebagai perbandingan. Dengan membandingkan siswa, tak sengaja guru bisa mencarikan musuh bagi siswanya yang sudah sesuai aturan yg diharapkan gurunya tersebut.  

OK lah bapak Ibu guru diamanapun anda berada sekian yang bisa saya sampaikan. Saya berkeyakinan kalau bapak ibu guru mampu mnghindari hal hal yang saya jelaskan di dua artikel saya terakhir ini. Insyaallah, bapak dan ibu guru akan jad guru yang dihormati siswanya dan akan mudah mengatur mereka sehingga terciptalah suasana yang aman, dan nyaman di kelas bapak dan ibu semua, yang kondusif untuk jadi tempat belajar bagi siswa siswi ibu dan bapak guru semua. Semoga bermanfaat.

HAL HAL YANG HARAM DILAKUKAN GURU DALAM KELAS (Bagian 1)




Tak bisa dipungkiri kalau ketenangan dan kenyamanan belajar siswa di dalam kelas adalah syarat mutlak yang harus ada bila kita menginginkan kesuksesan dan tercapainya tujuan penangajaran dan pembelajaran di kelas kelas kita. Oleh karena itu penciptaan kondisi aman dan nyaman dalam kelas adalah sebuah kwajiban yg mutlak juga melekat pada diri setiap guru.
Kwajiban ini tidaklah mudah, karena memang adakalanya kita masuk ke sebuah kelas yang sama sekali belum teratur dengan baik sehingga kekacauan masih mewarnai setiap detik dari keberadaaan kita dikelas tersebut. Namun seberat apapun kondisi ketidakteraturan kelas yang kita masuki, hendaklah tidak membuat guru kalut dan ambil langkah yang tidak tepat untuk mengendalikan kelas. Kesalahan tingkah ataupun tindakan kita dalam mengatur kelas akan memepersulit kita sendiri dalam mengendalikan kelas tersebut dibelakaang hari.
Di dalam tulisan  saya kali ini, saya bermaksud sedikit mengingatkan hal hal yang tidak boleh guru lakukan dikelas dalam mengatur kedisiplinan dan ketenangan kelas. Sekali hal hal “haram” ini ibu dan bapak guru lakukan di kelas, maka bappak dan ibu guru jangan terlalu berharap akan memiliki sebuah lingkungan belajar yang aman dan nyaman baik untuk belajar maupun untuk mengajar sampai bapak dan ibu benar benar kehilangan otoritas untuk mengajar di kelas tersebut.
Inilah hal hal yang harus dihindari oleh guru tersebut;

n  Meninggikan suara agar bisa didengar seluruh siswa yang sedang ribut.
Usaha ini dilatar belakangi pemikiran keliru sang guru yang beraanggapan bahwa kalau suara dia lebih kencang dan lebih keras dari seluruh siswa yang sedang berisik maka seluruh siswa akan mendengarkan dan bisa dikendalikan. Pemikiran ini sanagt sangat sesat, justru sebaliknya siswa tidak akan mendengarkan guru yang bersuara tinggi. Suara tinggi guru akan ditanggapi siswa bukan sebagai peringatan bahwa mereka telah melanggar keteraturan dalam kelas, tapi malah dinggap sebagaai legalitas dari gurunya untuk melanjutkan kebisingan yang mereka ciptakan, karena toh terbukti gurunya juga ikut berisik. Jadi jangan berharap terlalu banyak bila anda sebagai guru sudah ikutan membuat kegaduhan yang lebih keras dibanding kegaduhan yang dibuat oleh siswa anda sendiri.
Yang terbaik bagi guru adalaah meredakaan suara siswanya dengan cara lain terlebih dahulu, setelah siswa siswinya diam dan fokus perhatiannya barulah gurunya berbicara, memeberi nasihata ataaupun melanjutkan pengajarannya.
n  Bereriak dan membentak siswa.
Dalam menangani kasus kenakalan siswa, guru sudah seharusnya mengendalikan emosinya.  Jangan sampai guru mengeluarkan bentakan dan teriakan pada salah seorang atau sekelompok siswa di dalam kelas yang anda semua ajar. Memang betul sebuah teriakan/akan yang lantang akan mampu mengejutkan dan mendiamkan siswa. Namun ongkos yang harus dibayar bisa terlalu mahal. Karena bentakan emosional itu bukan saja akan membekas dihati siswa tapi juga akan meninggalkan luka dihati guru itu sendiri. Siswa yang dibentak secara naluriah akan merasa terancam dan secara instingtif juga akan berusaha membela diri. Dengan demikian diamnya siswa ukan diam karena sadar akan kesalahannya tapi diam karena menunggu tindakan guru selanjutnya itu apa. Diamnya sisw disertai naluri untuk menyerang balik. Walau memang tidak ada lanjutan tindakan guru tapi kesiap siagaan siswa akan bahaya yg secar instingtif muncul tersebut akan meninggalkan rasa waspada dan mencoba akan menjauhi dan membenci sumberbahaya itu. Dan sayangnya yang harus dibenci siswa itu adalh gurunya. Bagi guru sendiri, teriakan emosional yg dilakukan terhadap muridnya juga akan menutup kemungkinan kemungkinan membuat hubungan yang baik dengan siswanya. Bentakan  adalah bentuk upaya penyerangan secara psikologis, dan itu pada akhirnya akan disadari oleh sang guru. Kesadaran telah menyerang atau membuka front “perang” dengan siswanya akan membuat guru kehilangan kesempatan untuk menjalain hubungan yg baik dengan siswanya setidaknya untuk hari itu. Kalau dua kubu telah ada perasaan tidak enak seperti ini bentuk pengajaran seperti apa yang bisa diharapakan terjadi di kelas itu?
n  Mengatakan “saya yang berkuasa di kelas ini”
Pengalaman pribadi penulis, dulu sewaktu masih SMA, saya punya guru Bahasa Inggris yang mencoba menunjukan otorotas dia sebagai guru dengan mengatakan, Saya nggak suka kamu mengganggu saya menhajar di kelas ini. Sekarang kamu yang keluar atau saya yang akan keluar dari kelas ini?”. Sontak penulis berdiri dan keluar kelas sambil membanting pintu kelas.  Semenjak itu hubungan saya dengan guru itu sangat buruk. Saya tidak suka dengan guru tersebut dan pelajaran yang diajarkan sehingag prestasi saya jeblok. Sebaliknya guru tersebut selalu salah tingkah kalau lagi ngajar di kelas saya, saya bersikap seenak saya, cuek, dan tidak pernah menganggap kalau sedang ada guru yang sedang mengajar. Bahkan ada kecenderungan saya memancing lagi kemarahan guru tersebut. Kondisi ini sungguh tidak membuat guru saya itu merasa nyaman, terbukti dia sering tidak masuk ngajar di kelas saya.  Sering sekali Cuma kasih buku suruh catat. Kalau guru itu lewat dan saya pura pura batuk , hremm hremmm, guru itu sama sekali tdk berani menoleh. Dia terteror  selama tiga tahun selama keberadaan saya di SMA itu, krn guru itu melakukan kesalahan di awal saya sekolah disana. Anda ingin merasakan suasana yang sama?
n  Berdebat dengan siswa.
Adakalanya krn kesalahan pendekatan dan kesalahan intonasi dari ucapan guru, siswa yang dinasehati bukannya sadar tapi malah membantah atau cari cari alasan. Guru yang kurang wawasan akan terpancing untuk berdebat dengan siswa tersebut sampai siswa tidak bisa berucap apa apa lagi. Hal ini sangat buruk untuk dilakuakn seorang guru karena perdebatan itu akan menurunkan minat belajar seluruh siswa dikelas tersebut dan juga membuat kikuk guru untuk malnjutkan mengajar. Jagalah hati sendiri dan jagalah hati siswa anda dengan tidak mendebat siswa. Tunjukkan kesalahannya dan jalankan konsekwensi seperti prosedur dan aturan kelas yang berlaku. Jangan pedulikan kalau siswa mengajak berebat anda.
n  Sok berwibawa dengan muka yang diserem seremin atau dengan gerakan tubuh kaku patah patah agar kelihatan hebat dan wibawa.
Satu kalimat saja untuk ini. Sikap dan gerak tubuh anda yg ingin sok wibawa ini Cuma akan jadi bahan candaan siswa baik anda ada di dalam kelas ataupun anda tidak di dalam kelas.  Anda sendiri bapak dan ibu guru yang akan menentukan masih akan berbuat begitu atau tidak di masa yang akan datang.
n  Menghina dan merendahkan siswa.
Usaha membuat diam siswa dengan merendahkan atau menghina siswa adalah usaha yang sangat salah. Hinaan seorang guru bagi siswanya itu lebih menyakitkan dari hinaan yang lain, karena siswa banyak berharap gurunya menyayangi dia bagai orangtua kedua. Harapan yang lebih terhadap guru inilah yang membuat hinaan , cacian dan makian guru terasa lebih menusuk dan melukai siswa. Apalagi kalau hinaan guru ini (walau diucap sambil becanda) diikuti oleh tawa temen teman sekelasnya. Anda sebagaai guru pasti tidak akan membayangkan balasan apa yang akan dilancarkan siswa yang anda hina. Jadi sebaiknya hal seerti ini jangan dilakukan. Dulu temen saya ada yang bergumam “ ntar lewat mana tuh guru?’. Ucapan lirih teman saya yang bisa didengar guru dan siswa sekelas itu, sempat membuat guru tergagap dan sulit berucap.
n  Sinis
Ucapan sinis menunjukkan betapa anda sebagai guru tidak menghargai dan menghormati siswa anda. Sperti hukum dimanapun, anda hanya akan mendapatkan apa yang anda beli. Kalau anda tidak menghormati siswa anda,  bagaimana anda bisa berharap mendapatkan penghormatan dari siswa. Ingat peptah yang mengatakan “siapa yang menanm dia yang mengetam” tanamlah kebaaikan dan anda akan panen kebaikan.
n  Memberi cap siswa.
Memberikan “cap” negatif pada siswa seperti mencapa siswa sebagai siswa yang nakal, bodoh, atau tukang ribut adalah tindakan yang kurang tepat. Siswa yang diberi cap, kalau dia dari golongan yang introvert, siswa tersebut akan meyakini kalau dirinya bodoh dan tidak berguna, ini akan membuat siswa makin kehilangan percaya diri, kehilangan semangat belajar, dan menambah beban penderitaan bathin siswa karena merasa bahwa dia terlahirkan dengan kondisi yang buruk dan tak punya masa depan. Percayalah tidak akan ada guru yang bisa membuat siswa seperti ini pintar. Bukan itukan tentunya tujuan bapak dan ibu guru berada di dalam kelas? Bagi siswa yang ektrovert dan pencari perhatian, mereka akan senang dengan cap itu karena mereka merasa ada yang memperhatikan. Mereka akan sebisa mungkin capa itu tiddak lepas dari dirinya. Mereka akan sangat bangga ketika ada orang cerita tentang kenakalannya dan keberaniannya terhadap guru di kelas. Memberi cap pad siswa Cuma akan membuat guru mati gaya.
Wahhh dah ngantuk, saya cukupkan disini dulu yah...nanti insyaallah akan saya tulis kelanjutannya............

Senin, 21 Januari 2013

pergeseran Peran dalam dunia pendidikan di masa depan menurut Eric Jordan.




Sejak sekitar dua dasawarsa terakhir banyak kita dengar para pemerhati, para pakar dan para pelaku pendidikan di tanah air tercinta berbicara  tentang pergeseran paradigma dan metodologi pendidikan yang bakal terjadi diwaaktu yang dekat dan oleh karena itu perlulah kiranya dunia pendidikan memulai mentransformasi diri menuju bentuk pendidikan yang sesuai dengan jaman dimana para pelajar akan berada. Nyatanya memang pergeseran dan perubahan di dunia pendidikan walau dengan sangat pelan terjadi di negri ini. Pergantian kurikulum nasional yang begitu sering adalah salah satu indikasi bahwa sedang terjadi evolusi pendidikan secara nasional. Kurikulum yang berubah rubah adalah bentuk nyata dari kegamangan pemerintah dalam menentukan bentuk pendidikan yang tepat bagi anak bangsa.

Perubahan paradigma pendidikan bukan  hanya terjadi di indonesia, dibelahan dunia dimanapun, para pelaku pendidikannya sedang sibuk membelokkan arah pendidikan yang menurut mereka akan sesuai dengan kebutuhan masa depan. Perubahan struktur, bentuk, paradigma, muatan, dan arah pendidikan yang terjadi diyakini juga akan menggeser peran peran tradisional di dalam dunia pendidikan. Eric Jordan, President Premier’s Technology Council menengarai model baru pendidikan dimasa depan yang lebih kolaboratif dan inklusif, akan mengubah peran peran tradisonal dari siswa, guru, dan orangtua. Beberapa pergeseran sudah lama dimulai, seperti hubungan antara guru dan siswa telah berevolusi perlahan-lahan. Kita secepatnya akan terpaksa mempercepat transformasi dari sistem pendidikan dan peran di dalamnya  ke arah yang lebih lengkap karena begitu cepatnya pula perubahan jaman, sebagai akibat berkembangnya tehnologi yang begitu masif. Perubahan peran yang dimaksud Jordan adalah sebagai berikut:

• Dari siswa yang pasif menjadi pembelajar yang aktif:
Pada lingkungan pendidikan tradisional, siswa itu ibaratnya ember kosong yang siap diisi oleh guru guru mereka sebagai pengajar atau pendidik. Siswa tidak lagi punya kesempatan memilih apakah yang disikan itu benar apa salah, baik apa buruk. Apa yang didapat siswa hanyalah apa yang diketahui gurunya. Itupunkalau daya serap siswa 100%, lah kalau Cuma 20%? Disanalah letak malapetakanya, siswa dianggap bodoh dan tidak punya harapan. Sumber informasi, sumber pengetahuan dan bahkan sumber harapan Cuma dari satu arah, GURU. Ketika kemajuan tehnologi menyentuh dunia pendidikan dan membawa angin kemajuan bagi siswa. Siswa mulai mendapat kesempatan yang lebih luas untuk menentukan sendiri  jalan mana yanga akan membawa mereka ke masa depan. Mereka mulai mengambil alih tanggungjawab atas masa depan mereka sendiri. Mereka mulai melihat banyak sumber sumber informasi lain selain guru mereka. Sebagai seorang guru haarus juga cepat tanggap akan kondisi ini, jangan sampai guru akan jadi bahan tertawaan karena bertindak, berbuat atau bahkan memberi informasi yang salah pada siswa siswinya. Kuasailah juga tehnologi yang para siswa kuasai. Ini adalh ke harusan jangan sampai ketinggalan jaman dan jadi bulan bulanan siswanya.  Kalau guru secepatnya menyadari akan pergeseran peran siswa ini, sebetulnya guru masih bisa ambil keuntungan dari kondisi ini. Karena guru bisa menggunakan kemampuan belajar yang lebih terbuka, yang lebih exploratif dikarenakan perkembangan tehnologi informasi ini, untuk mengembangkan kemampuan siswa siswi itu sendiri dengan mengambil peran sebagai fasilitator dan pemandu saja. Siswa siswi di era digital ini, mereka sangat akrab dgn tehnologi dan sangat mampu menggunakan tehnologi itu untuk belajar, dengan cara belajar yang berbeda dengan cara belajar gurunya dulu dan juga beda dengan cara belajar yang ditawarkan gurunya. Tehnologi memebrikan ruang yang lebih leluasa bagi mereka untuk belajar dan mengakses informasi. Selain itu tehnologi telah menyediakan gaya hidup yang lebih fleksibel, lebih berwarna dan menyediakan berbagai macam pekerjaan dan karir yang tidak bisa dinikmati gurunya.

• Dari Orang Tua sebagai Pendukung proses belajar menjadi  sebagai Peserta dalam proses belajar:
Dahulu orang tua itu Cuma berperan sebagi pendukung proses belajar mengajar bagi anak anaknya. Mereka menyediakan biaya untuk pendidikan dan siap mencarikan keperluan apa saja demi suksesnya proses belajar bagi anaknya. Namun kemajuan tehnologi informasi ternyata juga membawa perubahan bagi peran mereka dalam pendidikan. Bukan saja mereka harus mampu memberi dukungan pada proses belajar putra putrinya, tapi tehnologi telah memberi mereka kesempatan untuk bisa ikut membimbing putra putrinya untuk menerima atau tidak menerima informasi yang ada. Dengan tehnologi yang ada orangtua bisa mengarahkan putra putrinya dari mana informasi yang tepat bisa diambil dan memeberi arahan mereka dalam mengambil keputusan penting dalam proses belajarnya. Orang tua juga bisa menunjukkan cara mengatasi tantangan yang ada  dan ikut menentukan hasil pembelajaran, karena dengan  tehnologi yang ada orangtua dimungkinkan untuk memantau, mengkontrol dan bahkan mengarahkan putra putrinya dari jarak yang sangat jauh. Belajar yang melebihi apa yang disediakan sekolah adalah hal yang sangat penting dilakukan oleh siswa jaman sekarang, dan orantua menemukan peran barunya disana.

• Dari Guru sebagai sumber pengajar dan sumber pembelajaran menjadi guru hanya  sebagai  fasilitator dan penunjuk arah serta pendamping siswa belajar.
Seperti sudah disinggung diatas, tehnologi merubah paradigma belajar siswa, artinya paradigma guru juga pasti berubah. Tehnologi sangat memungkinkan siswanya lebih banyak mendapat informasi dibanding gurunya. Itu artinya sangat dimungkinkan siswa lebih banyak tahu dibanding guru. Oleh karena itu guru sudah seharusnya tidak berlagak lagi sebagi Mr. Segala tahu. Biarkan siswa belajar dengan gaya dan cara mereka sendiri. Guru cukup mengikuti perkembangn informasi dan mengarahkan mereka, agar informasi yang didapat siswa bermanfaat bagi masadepannya dan tidak malah merusak moralitas dan spiritualitas siswa.
Sudahkah kita semua siap menghadapi perubahan itu?

Minggu, 20 Januari 2013

Melirik Sekilas Keterampilan Sosial Yang Diperlukan Siswa Kita.





(Gresham & Elliott, 1990) mengartikan ketrampilan sosial itu sebagai tingkahlaku yang dipelajari dan bisa diterima secara sosial  yang memungkinkan seseorang untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain dan memungkinkan orang tersebut menghindari atau terlepas dari interaksi sosial  negatif dengan orang. Dengan demikian jelas bahwa yang dimaksud ketrampilan sosial adalah kemampuan kita untuk bermasyarakat, bergaul dengan orang lain dan berkomunikasi secara baik dengan orang lain. Ketrampilan ini sangat diyakini sebagai prasarat kesuksesan kita dalam menjalani hidup dan tentunya adalah salah satu kunci sukses bagi anak didik kita disekolah.

Namun nampaknya kemampuan berketrampilan sosial ini tidak akan menunggu terlalu lama ke masa depan untuk membuat seseorang gagal dan jadi pecundang. Sejauh pengalaman penulis jadi guru dan dosen, penulis telah menyaksikan begitu banyak siswa ataupun mahasiswa yang memiliki kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisai dengan orang lain dan tak satupun dari mereka mempunyai prestasi akademik yang menonjol. Bahkan siswa siswi yang ber IQ tinggipun gagal memposisikan diri sebagi siswa yang berhasil secara akademis. Tak kurang penulispun pernah mengalami hal yang sama. Prestasi akademis hancur luluh ketika mengalami kesulitan berinteraksi dengan teman baru disekolah yaang lebih tinggi.  Oleh karena itu, penulis mengajak pada seluruh guru dipersada nusantara ini untuk perhatian dan membantu siswa siswi yang mengalami kesulitan bergaul atau tidak memiliki ketrampilan sosial yang memadahi disekolah.  Hal ini perlu kita lakukan agar seluruh siswa siswi kita benar benar optimal belajarnya dan mampu mengembangkan potensi dirinya semaksimal mungkin.



Stephen N. Elliott, PhD,  Professor Vanderbilt University Nashville, menyebutkan tujuh (7)  kategori mayor keterampilan sosial yang diperlukan siswa siswi sekolah:

- kemampuan Komunikasi
Diantaranya adalah kemampuan bergantian bicara dalam sebuah sesi percakapan. Siswa wajib diajarakan untuk sabar mendengarkan orang bicara tidak boleh menyela sampai pembicara menyelesaikan pembicaraannya. Sehingga siswa terbiasa menghormati orang lain dan mampu menjadi pendengar yang baik. Setelah lawan bicara selesai berbicara barulah kita memeberi tanggapan sehingga tidak akan timbul kegaduhan dalam pembicaraan. Selain itu kemampuan membuat kontak mata dengan lawan bicar juga sangat penting untuk dipelajari. Karena kontak mata itu bisa menandakan penghormatan dan keseriusan orang yang lagi berbicara. Tanpa kontak mata yang benar pembicaraan akan menjadi hambar dan interaksipun bisa bubar.

- Kemampuan Bekerjasama

Kemampuan bekerjasama adalah kemampuan mengkompromikan kepentingan pribadi dengan kepentingan orang lain. Selain itu kemampuan bekerjasama juga berarti kemampuan untuk mengedalikan diri untuk tidak melanggar peraturan yang berlaku atau diberlakukan, karena kemampuan bekerjasama itu meniadakan penghianatan dengan rekan kerja.

-Sikap tegas

Walau siswa diajarkan untuk bekerjasama dengan pihak lain, yang dalam hal ini berarti harus mengkompromikan kepentingan dan kebutuhan bersama. Namun siswa harus diajarkan sikap yang tidak kompromis dan permisif. Siswa harus pula diajari kapan mereka harus tegas bersikap. Serta diajarkan untuk berani mempertanyakan ketidakadilan bila diperlukan. Tanpa sikap ini siswa akan berlari pada kondisi mudah dipermainkan dan ditipu orang lain. Oleh karena itu etegasan sikap sangat diperlukan dan diajarkan dalam rangka pengajaran ketrampilan sosial.

-Tanggung Jawab
Sikap tanggungjawab siswa bisa diajarkan dengan pengajaran untuk menghormati dan menjaga properti orang lain. Selain itu mengajarkan sikap kestria untuk berani mengakui dan mempertanggungjawabkan perbuatan pribadi juga diperlukan untuk mempertajam sikap dan rasa tanggungjawab siswa siswi kita.

-ketrampilan Berempati

Ketrampian berempati terdiri dari kamampuan untuk bisa ikut merasakan penderitaan, kesusahan, kesulitan dan juga kebahagian orang lain. Siswa wajib diajarkan untuk bersikap yang tepat saat menghadapi orang lain yang dalam kondisi psikologis seperti itu. Ketrampilan berempati ini kalau sudah tertanam pada diri siswa mereka akan merasa buruk kalau tidak bisa menunjukkan sikap yang tepat saat temannya sedang dalam kondisi bersedih.

-Ketrampilan bergaul atau melibatkan diri dalam suatu kumpulan sosial.

Ketrampilan ini akan ditandai kemampuan siswa mencari teman dengan mudah. Mereka bisa diterima setiap orang, bisa masuk di segala kelompok. Selain masuk dalam lingkaran kelompok tertentu kemampuan siswa juga harus dikembangkan untuk mampu mengundang orang lain masuk dalam kelompoknya atau mengundang orang lain untuk bersahabat dengan mereka.

-Kemampuan kontrol diri

Kemampuan kontrol diri perlu diajarkan pada siswa siswi kita agar mereka mampu berkompromi untuk meredam konflik atau mampu mencari pemecahan permasalahan yang berhubungan dengan pihak lain tanpa konflik terbuka. Lebih mantap lagi adalah siswa mampu tetap tenang pada saat mereka digoda, diremehkan atau dicaci maki.....


PERLUNYA PENGAJARAN KETRAMPILAN SOSIAL DISEKOLAH KITA





Akhir akhir ini banyak pendidik, ahli pendidikan maupun pejabat pemerintahan yang berbicara tentang kecakapan hidup yang harus diajarkan pada anak didik. Artinya saat ini banyak orang berkeyakinan bahwa kepandaian saja tidak cukup untuk membuat siswa sukses dalam kehidupan dibelakang hari. Salah satu ketrampilan hidup yang harus dipunya siswa sebagai syarat kesuksesan masadepan adalah ketrampilan sosial.  Apakah ketrampilan sosial itu?  Menurut  wikipedia ketrampialn sosial diartikan sebagai “ any skill  facilitating interaction and communication with others”, ketrampilan yang memudahkan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Tentu saja definisi tersebut masih bisa dilanjutakan dengan menambah ‘dengan damai menyenangkan dan tanpa pertentangan maupun ketersinggungan”.
Tentu kita semua setuju bahwa kemampuan sosial ini sangat penting bagi siswa siswi kita untuk meraih kesuksesan jangka panjangnya. Karena ketrampilan sosial ini akan memastikan kemampuan siswa siswi  kita membawa diri ditengah tengah kehidupan sosialnya. ketrampilan ini tak bisa disangkal lagi adalah gabungan dari kemampuan untuk memahami diri sendiri dan mengelola emosi pribadi (Intra-personal skill) dan kemampuan untuk memahami dan merespon orang lain (inter-perosnal skill) yang dipadu dengan kemampuan komunikasi (commmunication skill).
Dalam kehidupan pengajaran tiapa hari disekolah sekolah kita, sebetulnya sudah banyak guru yang menyadari pentingnya kemampuan sosial ini. Sehingga ada begitu banyak guru yang senang sekali memindah meindahkan tempat duduk siswa, dengan tujuan agar siswa bisa menjalin hubungan dengan semua siswa bukan Cuma satu atau dua siswa dari sekian banyak siswa di dalam kelas.  
Namun sayangnya, dengan mendudukan siswa secara acak atau mendudukan mereka secara bersama-sama tidaklah  cukup untuk menjamin tumbuh kembangnya komunikasi antar siswa ataupun kerja sama tim. Banyak siswa yang  tidak tahu bagaimana cara berinteraksi secara tepat dengan teman sekelas mereka. Mereka bahkan  tidak memiliki keterampilan sosial yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas kelompok yang diberkan gurunya, sehingga seringkali tugas kelompok hanya dikerjakan oleh satu atau dua dari anggota kelompok dan yang lain titip nama.  
Ketidakmampuan siswa dalam masalah ketrampilan sosial ini dimungkinkan sebagai akibat dari kesalahan belajar mengajar disekolah.  Arnold Golstein, seorang ahli masalah masalah pengajaran keterampilan sosial untuk siswa dengan gangguan perilaku meyakini  ada empat alasan utama mengapa siswa tidak memiliki keterampilan sosial, seperti dijelaskan dibawah ini.
(1) Mereka tidak tahu cara untuk bertindak ataupun merespon tindakan orang lain selain pola perilaku yang mereka pelajari untuk lingkungan khusus mereka. Begitu mereka berada dilingkungan yang berbeda mereka kebingungan apa yang harus mereka lakukan.Banyak dari anak-anak kita tidak pernah belajar "perilaku yang tepat" untuk pada kondisi sosial tertentu, situasi di mana mereka harus berinteraksi berhubungan dengan orang lain yang berbeda. Mungkin mereka tidak menerima bimbingan yang tepat dalam hal ini di rumah,baik karena orang tua yang tidak peduli, atau karena sistem nilai-nilai dan lingkungan mereka berada memang tidak sama dengan yang dirumah. Mungkin saja mereka memiliki pendidikan tingkah laku , etika dan sopan satun yang baik di rumah dan lingkungannya, tetapi anak-anak kita tidak menjumpaia nilai nilai yang sama disekolah sehingga anak anak jadi gamang dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
(2) Mereka bisa saja sebetulnya tahu bagaimana berperilaku, tetapi mereka belum biasa ataau belum punya cukup latihan untuk berlaku seperti itu, biasanya ini dikarenakan siswa siwa ini merasa inferior, berbeda  atau merasa bukan golongan dari teman temannya. Sementara mereka sebetulnya menunggu teman temannya yang menarik siswa siswi ini dalam percaturan sosial dan pergaulan, tapi sering seringnya undangan yang diharap pun tidak datang. Maka siswa siwi ynag kesulitan bergaul ini jadi makin tersisih saja. Makin lama malah akan jadi siswa yang aneh.
(3) Mereka sebutul pernah mencoba suatu cara untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman temannya, tetapi usahanya  tidak berhasil pada saat percobaan pertama kali, sehingga mereka menganggap bahwa memang mereka tidak akan bisa bergaul dengan teman temannya. Mengingat pengalaman kegagalan mereka itu, mereka akan kembali pada titik nol dan mencoba bertahan disana, sampai ada yang memasukkan dalam pergaaulan yang mereka inginkan.  Sudah jamaknya kita manusia kalau pernah mencoba melakukan sesuatu dan gagal jarang ada yang berani mencoba lagi. Begitu pula siswa siswi kita, ketika mereka gagal bergaul dengan teman temannya pada percobaan pertama mereka akan cenderung berhenti melakukannya
 (4) Adanya ketegangan dan kecemasan yang merusak kemampuan untuk melakukan perilaku yang bisa diterima dalam lingkungan sosial  dalam kehidupan nyata. Kondisi psikologis ini sering sering menjadikan siswa siswi kita salah tingkah, yang akan berujung pada tingkah laku yang wagu dan kelihatan lugu. Dalam kondisi ini akan dipandang oleh teman temannya sebagai lucu atau malah menyebalkan, sehingga siswa yang salah tingkah ini jadi tidak cukup berharga untuk “ditemani”. Jadilah hambatan siswa ini untuk mampu bergaul dan berinteraksi semakin besar.
Itulah sebabnya sekolah sebagi institusi pendidikan wajib membuat program khusus untuk menolong siswa siswinya yang kurang mampu bersosialisasi atau yang tidak memmiliki ketrampilan sosial ini.  
Umumnya, kurangnya  keterampilan sosial ini dikarenakan kurangnya kesempatan untuk belajar atau kurangnya contoh model perilaku yang sesuai (Gresham & Elliott, 1989). Kemudian apakah yang harus diajarkan guru pada muridnya yang kesulitan dalam kehidupan sosialnya ini?  Hazel, Schumaker, Sherman, dan SheldonWildgen (1981) dalam ; ASET: Sebuah program keterampilan sosial bagi remaja. Champaign, ll: Penelitian Press, mencatat delapan keterampilan sosial yang mendasar yang dapat diajarkan melalui instruksi langsung dilingkungan sekolah:
1. Kemampuan memberikan umpan balik secara positif (misalnya, berterima kasih dan memberikan pujian).
2. Kemampuan memberikan umpan balik negatif dengan santun (misalnya, memberikan kritik atau koreksi),
3. Kemampuan menerima umpan balik negatif tanpa permusuhan atau reaksi yang tidak sepantasnya,
4. Kemampuan menolak tekanan rekan untuk ikut berpartisipasi dalam perilaku nakal,
5. Kemampuan memecahkan masalah pribadi,
6. Kemampuan menegosiasikan permasalahan dan solusinya  yang dapat diterima bersama ,
7. Kemampuan mengikuti petunjuk, dan
8. Kemampuan memulai dan mempertahankan percakapan.          
Singkatnya, siswa dengan kekurangan kemampuan sosial  dan belum punya  keterampilan sosial ini tidak mungkin untuk belajar sendiri  atau belajar secara kebetulan. Intervensi dari guru dan sekolahan serta orangtua sangat diperlukan.  Mereka memelukan metode pembelajaran yang efektif meliputi demonstrasi / pemodelan dengan praktek dipandu dan umpan serta situasi yang mendorong mereka untuk belajar berkomunikasi dan bergaul dengan banyak orang.

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...