Minggu, 06 Maret 2011

KURIKULUM LEADERPRENEURSHIP PROGRAM


Kesadaran yang tinggi akan arti pendidikan bagi, masa depan anak anaknya mendorong orangtua untuk berhati hati dalam memilih sekolah dimana putra putri mereka akan dititipkan untuk belajar. Orangtua semakin jeli dalam membandingkan mutu pendidikan dan pengajaran yang ditawarkan sekolah. Kondisi seperti ini telah memberikan tekanan dan dampak yang luar biasa pada sekolah sekolah baik sekolah negeri maupun swasta di negeri ini. Sejak sekitar satu dasa warsa terakhir telah tumbuh pesat kesadaran akan salahnya kurikulum dan metode pengajaran disekolah sekolah di Indonesia. Pendidikan yang menelan biaya trilyunan rupiah setiap tahunnya tidak lebih hanya menghasilakan pengangguran penganguran intelektual. Penekanan pendidikan pada penguasaan konsep terbukti mandul untuk menghasilkan generasi yang prima di negri ini. Mampu secara intelktualitas ternyata belum apa apa, dan belum mampu menjadikan lulusan lulusan sekolah kita memeperjuangkan hidup mereka sendiri. Dan ini menjadikan kegalauan semua komponen bangsa.
Itu artinya telah lebih dari satu dasawarsa ini juga sekolah sekolah yang ada mengalami kebingungan akibat tekanan permintaan pasar akan pendidikan yang bermutu, akibatnya semua sekolah mencoba meramu dan meracik konsep dan metode pengajaran agar mampu menyuguhkan jasa layanan pendidikan yang prima bagi siswa siswinya.
Kegalauan yang mengidap banyak sekolah ini akhirnya melahirkan banyak konsep pendidikan, mulai jenis sekolah terpadu, sekolah alam, sekolah nasional plus, bahkan ada sekolah yang mengklaim dirinya sebagai sekolah internasional.
Turbulensi kegalaun sekolah akibat tekanan dari orangtua dan pasar pendidikan ini masih terus berlangsung sampai saat ini. Sekolah sekolah konvensional mulai ditinggalkan siswanya, dan berbondong mengantri untuk menjadi siswa di sekolah yang menawarkan konsep konsep pendidikan terbaru. Konsep pendididkan yang bukan saja menawarkan pengembangan intelktualitas siswa tapi juga pengembangan karakter mereka (character building)

Dalam hal ini kami tidak mau ketinggalan dalam hal meramu konsep kurikulum yang tidak ketinggalan dalam pengembangan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan abad 21. Dengan semangat ingin mengabdi dan ikut serta memajukan pendidikan bangsa, kami dengan bangga ikut menyodorkan sebuah konsep pendidikan modern yang didasarkan pada pengembangan kemampuan leadership dan entrepreneurship yang kami sebut dengan leaderpreneurship.
Kurikulum leaderpreneurship didisain untuk menyeimbangkan pengembangan otak kiri dan otak kanan. Siswa didorong bukan saja menguasai ilmu pengetahuan yang tinggi tapi juga dilatih untuk mengasah intuisi dan kepekaan social dan emphatinya.
Program leadershipnya menuntun siswa untuk mampu memiliki kecakapan hidup yang beragam, diantaranya :
• Mengenal diri dan orang lain (understanding her/himself and others)
• Ketrampilan berkomunikasi (communication skills)
• Kemampuan berbaur dengan yang lain (how to get along with others)
• Belajar untuk belajar (Learning to learn)
• Membuat keputusan dan memecahkan masalah (making decision and problemsolving)
• Mengatur (managing)
• Kerja kelompok ( organizing)
Program entrepreneurship nya mengarahkan siswa untuk memiliki karakter yang dinamis, aktif, persuasive, komunikatif, kreatif dan inovatif. Selain itu siswa juga akan dididk untuk bisa memiliki kepekaan terhadap kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pasar, serta mampu mendeteksi peluang peluang inovasi dan peluang peluang pasar.

Pendek kata ketiga aspek penting pendidikan, mulai dari ranah kognitif ( daya nalar), afektif ( character) sampai dengan ranah psikomotorik (ketrampilan dan kreatifitas) semua diramu dan dikembangkan secara seimbang dalam kurikulum leaderpreneurship program ini.

Dalam pelaksanan kurikulum leaderpreneuship ini ,kami membentuk siswa menjadi pemimpin masa depan melalui tahapan tahapan taksonomi pembelajaran yang mulanya digagas oleh Benyamin Bloom yang kemudian kami modifikasi sedikit yang tadinya ada enam tingkatan kami jadikan lima saja.

1. Tahap Researching and Remembering.
Pada tahap ini anak akan belajar mengembangan intelektualitas, tanggung jawab, rasa ingin tahu, pengorganisasian diri,pengorganisasian informasi dan manajemen waktu.
2. Tahap understanding
Pada tahap ini siswa akan di dorong untuk belajar mengenal diri sendiri, mengenal orang lain, percaya diri, didorong untuk meningkatkan kemampuan komunikasinya baik lewat oral, maupun dalam bentuk tulisan.

3. Tahap Analyzing and innovating
Pada tahap ini anak diajarkan untuk mampu berfikir aktif dan kreatif, mampu membuat analisa analisa dan mampu berfiki sintesis dan membuat perencanaan inovatif , selain itu siswa belajar memanage waktu, mampu membuat tahapan pengerjaan sebuah project, mampu menghitung cost, dan prediksi keuntungan yang bisa didapat dari projek itu (pengembangan manajerial komplit)
4. Tahap applying and creating
Siswa belajar pengembangan ketrampilan motorik dan management waktu, financial dan sumber daya manusia, dan pengembangan kemampuan komunikasi serta kerjasama
5. Tahap evaluating
Siswa belajar kemampuan komunikasi dan mengembangkan kemampuan daya nalarnya, pengembangan ketrampilan inter dan intrapersonal, kemampuan mawas diri, dan kemapuan untuk menerima kritik serta masukan, dan siswa belajar menerima keberhasilan ataupun kegagalan dengan sikap yg dewasa dan elegan.

Dengan lima tahapan pembelajaran tersebut Sekolah akan mencetak murid murid atau siswa siswinya menjadi pemimpin pemimpin masa depan yang matang intelktualitas dan mentalnya serta memiliki kepekaan terhadap perubahan dan punya emphatic terhadap sesama.

(Maaf,..tahapan pembelajaran (learning cycle dari pogram leaderpreneurship ini sdh kami perbaharui dengan konsep yg lebih jelas...mohon di tengok di 

Menawarkan Program Pendidikan Leaderpreneurship pada Dunia pendidikan Indonesia )



Ingin lebih jelas tentang program kurikulum ini dan implementasinya, silahkan hubungi kami....

Sabtu, 12 Februari 2011

KEGAGALAN PENGAJARAN STRUKTUR BAHASA UNTUK MEMBUAT PESERTA DIDIK BERCAKAP BAHASA INGGRIS

(pernah dimuat di jurnal Padma th 2003)




The failure of English teaching in our country is the thing that we cannot longer denied. Our national English curriculum has failed to reach its target. No one of our students can speak English, if they only rely on the English lessons they get from formal English class. They still have to take an English course to master this language. These all troubles are caused by the facts that our national English curriculums still heavily emphasize on teaching English sentence patterns.
English teachers teach nothing but English tenses and grammars, so students only know English formally, but they don’t understand how to speak English in informal ways. As we know approaching English in formal ways will be boring and uneasy, that is why English learners will never understand English at all for mostly we use any language informally.
In this writing, writer will try to give a guidance how to put a right approach to English teachings. We cannot afford formal approach to English teaching any more. We should put language learning in its natural ways. So Students can easily learn any foreign language, especially English easily.

A. Pendahuluan.

Dengan mengasumsikan bahwa pendapat Alvin Toffler tentang pembagian tiga zaman peradaban manusia itu benar, kita saat ini telah berada pada dataran peradaban yang ia sebut sebagai era informasi.Di zaman ini, informasi hampir bisa dikatakan adalah segala-galanya. Tak perlu heran kiranya kalau tehnologi informasi berkembang sangat cepat akhir-akhir ini. Perkembangan tehnologi informasi sudah bukan lagi dalam hitungan tahun atau bulan, bahkan perkembangan tehnologi informasi boleh dikatakan bergerak dalam hitungan hari. Jadi saat kita minum kopi setelah bangun tidur esok hari, sebetulnya diluar sana sudah menunggu sebuah penemuan baru di bidang tehnolgi yang perlu segera kita kuasai atau kita akan tertinggal oleh laju perkembangannya. Informasi dengan segala macam perangkat lunak dan kerasnya akan semakin mendapatkan tempat pada hamparan peredapan manusia dengan rencana dibukanya pasar bebas dan era kesejagadan di awal abad 21 sekarang ini. Di era kesejagadan, di mana bumi ini akan menjadi semacam desa dunia, informasi akan menjadi sangat mahal dan sangat penting bagi kelangsungan kehidupan. Bahasa, sebagai tehnologi yang paling dan sangat purba, juga akan sangat berperan besar dalam perputaran roda di seluruh aspek kehidupan di era informasi dan globalisasi mendatang. Tehnologi informasi sehebat apapun tak akan berharga lebih mahal dari seonggok rongsokan besi tua kalau tak ada kemampauan berbahasa yang mendukungnya. Mungkin kenyataan inilah yang mendorong Laird (1953) mengatakan “ Tiada kemanusiaan tanpa bahasa dan tiada peradaban tanpa bahasa tulis”. Ungkapan Laird itu menunjukkan betapa besar peran bahasa dalam peradaban dan kehidupan manusia dulu, sekarang dan yang akan datang.

Tidak bisa kita ingkari, di era kesejagadan tidak hanya pasar dan informasi yang akan bersifat mondial, tapi juga bahasa yang menjadi sarana komunikasi juga harus ada yang bersifat global. Bahasa Inggris yang telah lama menempatkan diri sebagai bahasa internasional berpeluang besar menjadi bahasa global yang akan menjembatani segala macam bentuk komunikasi dan informasi. Belum lagi kekuatan Amerika yang selama beberapa dasa warsa belakangan ini mampu mendominasi perekonomian dunia makin memperkuat kedudukan Bahasa Inggris sebagai Bahasa dunia di masa-masa mendatang(Brumfit,1992). Itu berarti setiap orang didunia ini yang menginginkan akses informasi global harus menguasai bahasa Inggris.

Arti penting penguasaan Bahasa inggris, belakangan ini juga sangat di rasakan oleh para pekerja dan para pencari kerja di negara kita. Di Indonesia sekarang, Bahasa Inggris sudah menjadi tuntutan bagi para pekerja yang menginginkan jabatan yang lebih tinggi, dan untuk para pencari kerja kemampuan berbahasa Inggris adalah juga suatu keharusan kalau benar ingin memasuki dunia kerja, sebab segala macam bisnis, segala macam ilmu pengetahuan dan juga tehnologi semua dikembangkan melalui Bahasa Inggris. Lagi pula kita tak bisa menutup mata kalau hubungan antar bangsa di dunia ini di akomodasikan dengan Bahasa Inggris

Sebetulnya Bangsa Indonesia telah lama mengantisipasi dan memahami betapa pentingnya bahasa Inggris. Hal ini bisa kita lihat dari usaha pemerintah dengan memasukkan Bahasa Inggris sebagai kurikulum wajib di sekolah menengah pertama sampai di perguruan tinggi sejak tiga puluhan tahun yang lalu. Bahkan akhir akhir ini Bahasa Inggris sudah dicobakan untuk diajarkan di sekolah dasar dan taman kanak-kanak.

Usaha pembelajaran Bahasa inggris yang telah kita lakukan lebih dari tiga puluh tahun ini nampaknya sia sia kalau tidak boleh dikatakan tidah berguna. Asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa usaha pembelajaran Bahasa Inggris ini mengalami kegagalan. Buktinya tidak banyak sarjana kita yang bisa berbahasa Inggris, padahal mereka rata rata telah memepelajari Bahasa Inggris lebih dari tujuh tahun.

Dengan asumsi bahwa setiap usaha untuk belajar yang diikuti metode belajar yang baik akan meningkatkan kemampuan, maka ketidakberhasilan usaha pengembangan Bahasa Inggris di negara kita ini tentu disebabkan kesalahan metode pengajaran yang dipakai selama ini. Kalau kita cermati buku-buku pelajaran Bahasa Inggris yang kita pakai di sekolah sekolah menengah dan juga apa yang di ajarkan di perguruan perguruan tinggi - dan ini tentu saja telah sesuai dengan kurikulum yang berlaku - semua dititik beratkan pada pengajaran dan pembelajaran struktur bahasa yang berupa tenses dan grammmar. Artinya metode pengajaran Bahasa Inggris dengan penekanan penguasaan pada struktur bahasa telah menjadi prioritas sistim pengajaran yang utama di negara kita selama tiga puluh tahun terakhir ini.

B. Kegagalan Pengajaran Struktur Bahasa.

Manusia, sebagai makluk sosial memerlukan wadah dan sarana untuk mensosialisasikan diri. Lingkungan kekerabatan dan lingkungan kemasyarakatan mungkin cukup sebagai wadah bagi seorang anak manusia untuk mensosialisasikan diri. Akan tetapi wadah saja belumlah cukup untuk tujuan itu, untuk mensosialisasikan diri orang perlu sarana yang mampu mengakomodasikan proses sosialisasi tersebut. Untuk sarana ini manusia perlu bahasa. Hanya simbol simbol yang terekam dalam bahasa dan kemampuan menggunakan bahasa itulah yang akan mampu membawa manusia pada tingkatan sosialisai setinggi yang dia harapkan. Semakin tinggi kemampuan dan semakin tinggi pemahaman orang terhadap bahasa semakin tinggi pula kelas sosial yang akan dia dapatkan.

Mengingat arti pentingnya bahasa bagi kehidupan manusia, maka tak heran kalau sejak masih bayi manusia sudah diajar dan belajar berbahasa. Bahasa pertama yang yang didapat atau yang lazim disebut bahasa ibu ternyata akan sangat berpengaruh pada kemampuan berikutnya untuk belajar bahasa kedua, ketiga dan seterusnya. Pola pola struktural, pola pola fungsional dari bahasa ibu akan mempermudah atau sebaliknya akan menghambat penerimaan pada bahasa kedua. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa bahasa yang memiliki banyak kesamaan dengan bahasa ibu akan cenderung mudah dipelajari. sebagai contoh anak- anak kecil yang menjadikan Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu akan dengan mudah menyerap dan mempelajari Bahasa Indonesia di bangku sekolah. Seorang jawa yang lain akan mampu berbahasa Sunda setelah merantau ke Jakarta dan berkawan dengan seorang Sunda, meskipun, seperti yang kita ketahui, lingkungan Jakarta sama sekali tidak mendukung orang belajar berbahasa Sunda sebab semua orang berbahasa Indonesia disini. Tentu saja sebaliknya semakin banyak perbedaan antara bahasa target pembelajaran dengan bahasa pertama yang dikuasai pelajar akan semakin sulit bagi si-pelajar untuk menguasai bahasa sasaran.

Secara umum bisa dikatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran bahasa bertujuan untuk membuat pelajar (learner) mampu berkomunikasi menggunakan bahasa target baik secara lisan maupun tulisan. Mengingat semakin banyak perbedaan bahasa target dengan bahasa ibu semakin sulit untuk mempelajarinya, banyak orang mencoba formula - formula pengajaran dan makin banyak metoda dan sistem pembelajaran bahasa yang ditemukan.

Pada prinsipnya semua orang yakin kalau pelajar (learner) sudah mampu menggunakan bentuk bentuk bahasa, kata-kata, serta ungkapan ungkapan dari bahasa terget dengan baik dan benar secara gramatikal dan mampu mengungkankan ide-idenya dengan menggunakan bahasa target secara alamiah dan apa adanya, itu berarti pelajar tersebut sudah menguasai bahasa sasaran tersebut. Bertitik tolak dari pendapat tersebut, maka pengajaran bahasa melalui pengajaran kaidah-kaidah tata bahasa menjadi kegemaran semua guru bahasa asing, utamanya guru Bahasa Inggris. Kegemaran mengajarkan struktur bahasa pada anak didik ternyata mendapatkan legitimasi, itu terbukti dengan maraknya penerbitan buku buku pelajaran Bahasa Inggris, yang sudah disesuaikan dengan kurikulum, yang penekanannya masih pada struktur bahasa.

Pembelajaran Bahasa Inggris melalui pengajaran struktur bahasanya sama sekali tidak tanpa masalah. Terlalu asyiknya sang guru mengajarka kaidah-kaidah struktural dari bahasa Inggris membuat mereka lupa bahwa mereka hanya mengajarkan bentuk bahasa dan mereka sama sekali tak pernah mengajarkan bagaimana menggunakan bahasa itu untuk bertutur kata. Yang pada akhirnya pengajaran bahasa Inggris yang sudah kita lakukan lebih dari tiga puluh tahun di Indonesia gagal total. Padahal yang terpenting dari pengajaran bahasa adalah kemampuan pelajar untuk menggunakan bahasa target dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Kenyataan bahwa sebetulnya bukan struktur bahasa yang diperlukan oleh pelajar tetapi bagaimana menggunakan bahasa tersebut pernah juga diutarakan oleh seorang pakar kebahasaan, Chomsky (1965), yang menyatakan :

It would not be at all surprisingly to find that normal language learning requires use of language in real life situation in some way”.

Pendapat yang hampir senada juga disampaikan seorang ahli kebahasaan berkebangsaan Amerika Serikat Bloomfield (1942). Bloomfield berpendapat bahwa pengetahuan tentang struktur bahasa sangat menolong sekali dalam pembelajan bahasa, tetapi pengetahuan ini tak akan ada gunanya bila pelajar bahasa tidak melatih bentuk bentuk bahasa tersebut berulangkali sehingga pelajar mampu membangun kalimat kalimat sebagai suatu kebiasaan tanpa harus berfikir dulu.

Kelemahan pengajaran struktur bahasa guna menciptakan pengguna bahasa yang baru adalah ketidak mampuan pengetahuan struktur bahasa untuk mengungkapkan bahwa setiap kalimat bisa mempunyai makna yang berbeda-beda pada setiap situasi yang berbeda dan pada kontek situasi sosial berbahasa yang tidak sama. Selain itu teori struktural bahasa juga tidak menyediakan pengetahuan bahwa setiap makna kebahasaan bisa diungkapkan dengan tindak bahasa yang berlainan. Dalam hal ini Gleason (1961) pernah mengatakan:

A grammar might be written to account for what people actually do say in probable situation, but this would not really be a grammar at all, but accomplete account of the environment and culture of the people.

Gleason disini lebih jauh mengungkapkan perlunya pemahaman budaya dari masyarakat pengguna bahasa sasaran untuk bisa benar menguasai bahasa yang dipelajari, selain dia juga mengakui bahwa situasi dan lingkungan di mana kita berbicara menentukan pola dan bentuk serta model ungkapan yang kita perlukan untuk bercakap yang mana ini semua tak akan mampu diterangkan dengan metode pengajaran struktur bahasa kepada para pelajar.

C. Kelemahan Pengajaran Struktur Bahasa.

Seperti yang telah kita pahami tujuan pengajaran bahasa adalah untuk membuat pelajar memahami bahasa target, dalam arti mampu mengartikulasikan pikiran dan angannya dalam bentuk ucapan maupun tulisan, dengan baik. Karena pikiran dan angan manusia secara simbolis sebetulnya tersimpan dalam makna bahasa, maka tugas utama pelajar bahasa sebetulnya adalah belajar menggunakan makna makna bahasa dan bukan struktur bahasa.walau perlu diakui tabpa pengetahuan struktur bahasa orang juga tak bisa mengungkapkan sebuah makna dengan baik.

Dalam mempelajari makna bahasa ini , setidaknya secara psikologis , seorang pelajar bahasa harus menguasai empat makna utama bahasa yaitu makna bahasa sebagai simbolisasi ungkapan tentang persepsi, perasaan, rasio, dan keinginan.(Nababan).

Peran persepsi dalam psikologi bahasa adalah untuk menuntun penutur bahasa dalam mengungkapkan pengetahuan atau ketidaktahuannya tentang sesuatu. Perasaan adalah media expresi tentang suka dan tidak suka. Sedangkan rasio akan memunculkan ungkapan tentang setuju atau tidak setuju dan keinginan adalah wahana ungkapan tentang mau dan tidak mau. Ke empat makna bahasa ini adalah dasar utama dari psikologi berbahasa, tanpa kemampuan mengungkapankan empat karakter dasar makna bahasa tersebut orang tidak akan mampu berbahasa dengan baik. Dan pemebelajaran bahasa adalah upaya untuk membuat pelajar mampu menangkap dan mengungkapkan keempat makna dasar bahasa tersebut.

Tugas berat mengajarkan empat makna dasar bahasa ini tentu saja tidak pernah tersentuh sama sekali dalam pengajaran struktur bahasa di dekolah sekolah. Dan inilah awal dari seluruh kegagalan pengajaran struktur bahasa untuk membuat peserta didik memahami bahasa sasaran.

Kelemahan lain dari pengajaran sruktur bahasa adalah ketidaksadaran para pengajar bahasa bahwa setiap kalimat sebetulnya memiliki dua struktur, seperti yang diungkapkan Chomsky dalam kecamannya terhadap golongan strukturalis. Menurut Chomsky setiap kalimat memilik struktur luar (surface structure) yaitu pola dan struktur lahiriah dari sebuah kalimat yang kedengaran dan bisa dilihat, selain itu ada struktur dalam (deep structure) yaitu bentuk kalimat yang mendasari timbulnya makna kalimat tersebut. Contoh klasik yang ditawarkan chomsky adalah:

(1) John is eager to please

(2) John is easy to please.

Meskipun kedua kalimat diatas memiliki struktur luar yang sama tetapi keduanya memiliki struktur dalam yang berbeda. Oleh karena itu makna dari kalimat itupun tidak bisa berada pada rel yang sama. Kalimat pertama artinya “ John ingin sekali menyenangkan (orang lain)” tapi kalimat yang kedua artinya “ John mudah untuk disenangkan (oleh orang lain)”, dan bukan berarti “John mudah menyenangkan( orang lain)” seperti arti struktur kalimat pertama.

Kalimat yang memiliki makna ganda juga bisa menjelaskan bedanya antara struktur luar dan struktur dalam, misalnya:

“My father asked me to stop working at noon” .

Kalimat ini memang memiliki satu struktur luar namun seseungguhnya memiliki dua struktur dalam. Karena kalimat itu bisa mendua arti. Pertama kalimat tersebut bisa diartikan “ Bapak meminta saya berhenti bekerja pada siang hari”, tapi bisa juga diartikan “ Bapak meminta saya menghentikan pekerjaan (yang dilakukan orang lain) di siang hari”. Oleh sebab para strukturalist hanya memperhatikan struktur luar, mereka tak bisa menjelaskan kalimat yang bermakna ganda atau pun yang memiliki struktur dalam yang berbeda. Ketidaktahuan ini dan ditambah kebingungan para pelajar ketika mendapati sebuah gagasan yang harus diungkapkan dengan struktur tertentu yang belum pernah dipelajari akan membuat pelajar kebingungan dalam berbahasa.

Dengan demikian pengajaran bahasa target termasuk juga pengajaran bahasa Inggris yang terfokus pada pengajaran struktur bahasa telah gagal membuat pelajar paham bahwa struktur bahasa yang sama dengan kalimat yang sama akan memiliki arti yang berbeda bila berada pada situasi dan kondisi percakapan yang berbeda seperti contoh diatas. Selain itu pengajaran struktur bahasa juga tidak mampu menginformasikan bahwa satu ide yang sama bisa diungkapkan dengan kalimat dan struktur bahasa yang berlainan. Sebagai contoh; kita bisa mengatakan “Do you understand?”, “Do you know what I mean?” atau “Have you got it? Dalam bahasa Inggris untuk menggantikan “Apakah kamu mengerti?” dalam bahasa Indonesia.

Atau kita bisa menjawab dengan, “it’s OK. Just go ahead”, It’s no matter, help yourself” atau It’s OK. Be my guest” untuk pertanyaan “ Boleh pinjam telfonnya?” yang oleh pengguna bahasa Indonesia hanya akan dijawab; “Boleh, silahkan!”

Yang Lebih naif dari itu semua, ternyata pengajaran struktur bahasa tidak menjamin peserta didik mampu membawa dirinya berfikir secara bahas inggris ketika mereka berbicara bahasa Inggris. Ada pengalaman pribadi yang pernah penulis alami. Waktu itu seorang teman penulis mencoba mempraktekkan Bahasa Inggrisnya kepada penulis dengan mengatakan; “ I buy a newspaper first, yes?” Tentu saja kalimat ini sangat menggelikan bagi pembicara Bahasa Inggris. Karena susunan kalimat seperti ini tak dikenal dalam Bahasa Inggris. Kalimat diatas sebetulnya kalimat Bahasa indonesia dengan kata kata Inggris, karena sebetulnya kawan ini mengatakan “ Saya beli Koran dulu, ya?

Sebuah candaan yang tenar di tahun 80an dimana orang mengatakan “ I do not know what what” untuk menggantikan “ saya tidak tahu apa apa” dalam Bahasa Inggris juga mengisyaratkan bahwa belajar bahasa asing memerlukan lebih dari sekedar pelajaran grammmar, dan struktur bahasa.

D. Kesimpulan.

Kegagalan pengajaran bahasa asing utamanya Bahasa Inggris merupakan akibat dari kesalahan persepsi kita tentang pelajaran bahasa. Selama ini kita memandang pengajaran bahasa itu sama saja dengan pengajaran ilmu ilmu lainnya. Kita tidak menyadari bahwa bahasa bukanlah sebuah ilmu tapi lebih dekat ke sebuah ketrampilan. Seperti layaknya sebuah ketrampilan, bahas tidak harus dipelajari secara text book dan teoritis tapi harus dengan cara di praktekkan. Dalam hal ini, menurut Austin dan Searle dua orang pakar bahasa yang mendukung teori tindak bahasa (Speech acts theory), ada tiga ketrampilan yang harus dikuasai seorang pelajar bahasa. Dalam berbahasa manusia sebetulnya melakukan tiga tindakan (acts) sekaligus, yaitu:

(1) tindak lokusi, yaitu bahwa pembicara menggambarkan suatu hal, misal ; “Bapak itu mengajar Bahasa Inggris” . dalam kalimat ini pembicara telah membagi kalimat menjadi tiga bagian, “Bapak Itu” adalah subjek kalimat, “mengajar” sebagi predikat dan “Bahasa Inggris” adalah Objeknya.

(2) tindak ilokusi, yaitu mengidentifikasikan kalimatnya sebagai suatu tindakan tertentu, misal: pernyataan, ajakan, suruhan, pertanyaan, tanggapan dan sebagainya. Contoh; “Saya lapar” adalah sebuah pernyataan, “ Ayo makan!” adalah ajakan, “ Makanlah yang banyak, jangan malu malu” adalah upaya menyuruh orang lain, “ Rendang ini bumbunya apa?” adalah tindakan bertanya, dan “ Mana aku tahu?” adalah sebuah tanggapan.

(3) Tindak perlokusi, adalah upaya memahami tanggapan lawan bicara terhadap kalimat yang diucapkan pembicara tergantung situasi dan kondisi saat kita bicara. Misal saja kta mengatakan “ Sudah jam sembilan”. Bagi kita yang menanyakan informasi tentang waktu tentu kalimat itu hanya sekedar pernyataan yang menggambarkan kenyataan. Tapi bagi seorang perjaka yang sedang apel ke rumah pacar kalimat itu bisa berarti “ Ini sudah malam tolong kamu pulang saja”, atau lebih kasarnya kalimat itu berari pengusiran secara halus.

Ketiga tindakan ini adalah ketrampilan yang harus di pelajari bagi pelajar bahasa asing, dan ketrampilan ini tak akan didapat hanya dengan belajar struktur bahasa. Dengan demikina bagi pengajar bahsa asing perlu memperhatikan ketiga ketrampilan itu dalam pembuatan SAP (Satuan Acara Pengajaran) maupun kurikulum pengajaranya.

Daftar Pustaka

Austin, J.L. How to Do Things with Words, New York, OUP 1962.

Bloomfield, Leonard, Outline Guide for The practical Study of Foreign languages, Baltimore,1992.

Brunfit, CJ, “ From Defining to Designing: Communicative Specifications Versus Communicatives Methodology in Foreign language teaching” dalam Muller (ed) The foreign language Syllabus and communicative Approaches to Teaching: Proceeding of a European-American Seminar. Special Issue of Studies in second Language Acquisation, 3(1): 1-9. 1980.

Chomsky, Naom, Syntatic Structure.: Mouton, The Haque, 1965.

Gleason,Jr, H.A. An Introduction to Descriptive Linguistics, New York: Holt, Rinehart and Winston, 1955.

Laird, Charlton, The Miracle of Languages, Greenwich, Connecticut: Fawchet Publication, Inc. 1960.

Nababan, Sri Utari Subyakto, Psikoliguistik dan Pembelajaran Bahasa: Tinjauan Perspektif Ketrampilan Berbahasa, dalam Parameter: Aspek Aspek Bahasa, tahun XI.

Searle, John, Speech Acts: An Eassy in Philoshopy of language, Cambrige: CUP 1969.

Kamis, 27 Januari 2011

ESENSI PENDIDIKAN BUDI PEKERTI BAGI PENCAPAIAN INTEGRITAS DAN JATI DIRI PESERTA DIDIK




Proses pembelajaran dalam wadah formal dimulai tidak lama setelah munculnya masyarakat industri di Eropa sekitar abad 18 silam. Masyarakat Eropa saat itu beramai ramai memadati sekolah sekolah formal untuk mendapatkan pengetahuan dasar tentang tulis menulis dan administrasi agar segera dapat menyesuaikan diri dan diterima di dunia kerja yang mulai tumbuh seiring makin membesarnya kehidupan industri disana.
Di lihat dari sejarahnya, jelas sekolah bermula dari keinginan untuk mendapatkan pengetahuan tertentu saja untuk bekal mencari kerja. Disana hanya ada transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dari pengajar ke murid yang diajar. Tapi perkembangan selanjutnya, sekolah bukan hanya tempat menimba pengetahuan, tetapi juga tempat pembentukan karakter manusia. Para ahli pendidikan dan Psikolog juga menyatakan bahkan bahwa watak dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh lingkungan sekolah, disamping juga di pengaruhi linkungan keluarga dan lingkungan masyarakatnya.
Dari sudut pandang dan bahasa yang berbeda, Ian Robertson, seorang sosiolog dari University of California Los angels, menggambarkan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan (education) itu juga berarti sosialisasi (socialization). Ada tersirat dari pernyataan Robertson diatas bahwa sekolah bukan hanya tempat siswa belajar pengetahuan formal tapi juga tempat siswa menginternalisasikan nilai nilai, norma- norma sosial, moralitas, dan peraturan peraturan lain dalam dirinya untuk pembentukan dan pencarian jati dirinya.
Di negara kita Indonesia, bahkan telah berkembang anggapan bahwa dalam proses pembelajaran di sekolah itu ada dua proses yang berjalan simultan. Pertama adalah proses “pengajaran” dimana seorang guru mengajarkan dan mentransfer pengetahuan formal kepada para siswa sehingga siwa memiliki pengetahuan tertentu. Proses lain yang berjalan seiring adalah proses “pendidikan”, dimana seorang guru dituntut untuk mensosialisasikan nilai nilai dan norma norma sosial pada perserta didik. Sehingga seorang guru pun dianggap sangat bertanggung jawab untuk memberikan contoh yang baik tentang moralitas,. Oleh karena itu masyarakat menganggap orang terdidik bukan hanya orang yang pintar dengan pengetahuan yang banyak tetapi juga harus yang berkepribadian dengan tingkah laku yang sesuai dengan nilai nilai dan norma sosial.
Tak kurang Frans Magnis-Suseno, walau dengan bahasa yang berbeda, juga menengarai dua hal yang sama dari setiap upaya pendidikan, Untuk menggambarkan dua hasil pendidikan diatas Frans menggunakan istilah “perubahan”. Jadi menurut beliau pendidikan akan menghasilkan dua macam perubahan yaitu pertama penguasaan pengetahuan atau ketrampilan di bidang tertentu, kedua, sebetulnya mau tak mau mahasiswa sebagai manusiapun dibentuk oleh lembaga pendidikan kearah positif atau negatif.
Melihat bahwa pembentukan watak, karakter dan kepribadian manusia juga terjadi di lembaga lembaga pendidikan, maka pendidikan budi pekerti sangatlah diperlukan di semua perguruan tinggi dan lembaga lembaga pendidikan lain dibawah perguruan tinggi.
Dalam hal ini, kita memiliki setidaknya dua hal yang bisa kita berikan di setiap lembaga pendidikan. Pertama adalah pendidikan moral yang akan mendoktrinasi peserta didik tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai nilai moral dan norma sosial lain. Kedua, kita juga bisa mengajarkan etika yang akan mengantar peserta didik untuk berfikir mandiri tentang apa dan kenapa satu hal boleh dilakukan sedangkan hal lain tak boleh dilakukan.
Untuk selanjutnya kedua ajaran itu tidak boleh begitu saja dihakimi yang satu lebih baik dari yang lain. Menurut hemat saya kedua jenis pendidikan itu perlu diajarkan dalam rangka pendidikan Budi Pekerti. Untuk tingkat pendidikan dasar dari Taman Kanak Kanak sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pendidikan moral lebih cocok untuk diterapkan, sebab para siswa perlu bimbingan untuk bertingkah laku. Pada tahap ini peserta didik masih belum mampu berfikir mandiri tentang baik dan buruknya suatu tindakan. Tetapi untuk mahasiswa di perguruan tinggi sudah tidak cocok lagi untuk diajari tentang dikotomi baik dan buruk. Mereka sudah harus berfikir sendiri tentang itu, oleh karena itu untuk mereka harus di berikan pelajaran etika, karena etika akan mengundang mahasiswa untuk berfikir tentang yang baik dan buruk dan mendapatkan alasan kenapa sesuatu itu baik dan kenapa yang lain buruk, dan tidak mengharuskan melakukan sesuatu seperti dalam pelajaran moral.
Etika hanya akan memberikan alat alat teoristis kepada mahasiswa untuk mencarikan alasan rasional terhadap ajaran ajaran moral yang mereka dapatkan sebelumnya. Pendek kata etika akan membantu mahasiswa mencapai kematangan intelektualitas yang akan membuat mahasiswa lebih kritis terhadap apa saja. Etika akan membantu mahasiswa untuk mengaktualisasikan dan mengintegrasikan seluruh pengalaman pengalamn hidupnya di dalam kepribadiannya. Mahasiswa akan dilatih untuk menjawab kenapa norma sosial tidak membolehkan atau membolehkan sesuatu untuk dilakukan. Dengan begitu mahasiswa akan lebih kritis dalam menanggapi segala tuntutan lingkungan yang bersifat normatif, dan mampu bersikap secara wajar terhadap hal tersebut.
Dengan begitu mahasiswa akan semakin pintar karna telah memiliki kematangan intelektualitas yang cukup. Dengan kematangan intelektualitas yang dipunya peserta didik akan lebih bersifat mandiri dan mendapatkan otonominya sebagai manusia. Mereka tidak akan mudah dipengaruhi institusi manapun diluar dirinya.
Kematangan intelektualitas mahasiswa akan memberi kemampuan pada dirinya untuk melepaskan diri dari dirinya sendiri, sehingga dia bisa melihat dirinya sebagai objek dirinya sendiri yang subjek. Dalam kondisi ini mahasiswa bisa menilai sendiri kecenderungan kecenderungan, dorongan – dorongan dalam dirinya sebagai baik atau buruk secara rasional, sehingga dia bisa menundukkan egoisitasnya dan mampu mendengarkan suara hatinya sendiri sebagai penunjuk jalannya. Dengan begitu pendidikan budi pekerti juga akan membantu peserta didik mendewasakan diri, sehingga mahasiswa akan memiliki kesadaran moral yang tinggi tentang hak – haknya dan kewjibannya sebagai individu di tengah masyarakatnya.
Selain itu pendidikan Budi Pekerti dengan landasan etika yang mantap akan menghantar mahasiswa menjadi individu yang mandiri. Bukan saja dia mampu mengendalikan dorongan dorongan egonya tapi dia bisa mempertanyakan seberapa jauh legitimasi lingkungan sekitar seperti lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan bahkan perundang undangan negara boleh menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dia lakukan. Sebagai pribadi yang mandiri, dia pertama sekali pasti akan mempertanyakan norma yang diharuskan untuk dia lakukan itu apakah bisa dipertanggung jawabkan secara nalar. Dengan begitu mahasiswa akan menjadi manusia yang punya jati diri, dia tidak akan begitu saja terhanyut mengikuti arus kehidupan dalam bermasyarakat.
Kalau mahasiswa telah sanggup menyaring seluruh tekanan, norma norma,dan nilai nilai yang datang dari luar dirinya, dan bahkan dia telah mampu menilai dorongan dorongan dari dalam dirinya sendiri sebagai dapat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka mahasiswa itu bisa dikatakan telah mencapai integritas pribadi yang utuh. Dia akan memiliki bukan saja tingkah laku, sopan santun dan kehalusan budi yang menawan tetapi juga kepercayaan diri yang luar biasa. Dialah prototipe manusia seutuhnya seperti yang dicita-citakan dalam pembangunan bangsa Indonesia sejak lama. Dan jenis manusia ini bisa kita ciptakan melalui pendidikan budi pekerti.

Rabu, 26 Januari 2011

LIMA PULUH LIMA ATURAN YANG HARUS DILAKSANAKAN GURU UNTUK DISIPLIN KELAS


Bagi yang ingin jadi guru yang dihormati siswa dan orang tuanya, professional dalam berkarya dan matinya naik surge baca dulu ini sebelum masuk kelas….

Yang perlu diingat oleh seorang guru adalah bahwa siswa hanya bisa belajar dengan baik bila ruang kelas mereka terasa AMAN dan NYAMAN. Baik siswa maupun orang tua siswa sangat mengharapkan sebuah ruang kelas yg teratur baik untuk belajar siswa itu sendiri atau untuk putra putrinya. Karena ruang kelas yg tertata dan teratur dengan baik bisa menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam belajar bagi siapa saja. Berikut ini adalah aturan yang akan membantu guru mengatur dan menata ruang kelasnya sehingga menjadi ruang kelas yg tertata dan teratur dengan baik.

1. Mulailah hari pertama mengajar dengan penuh semangat, antusias dan terencana. Artinya seorang guru selain harus punya niatan yang kuat dan tulus untuk mengajar, guru juga harus sudah siap dengan kurikulum, silabus dan RPP.
2. Ingatlah semua orang bisa belajar hanya pada kondisi yang terasa aman dan nyaman. Jadi jangan buat siswa merasa takut di dalam kelas anda karena siswa kan kehilangan perasaan aman dan nyamannya.
3. Siapkan metode metode belajar yang bervariasi agar siswa tidak bosan di dalm kelas. Jangan gunakan cara belajar yang monoton karena akan membuat siswa bosan dan ngatuk.
4. Kalau siswa sudah kelihatan capai, ajaklah berdiri dan pimpinlah gerak badan ringan didalam kelas, agar aliran darah ditubuh siswa lancar lagi dan pasokan oksigen ke otak bertambah dan lancar. Karena aliran darh yang lancar dan pasokan oksigen yang cukup diotak akan memudahkan siswa berfikir dan mengerti apa yang diajarkan oleh guru.
5. Mulailah tahun pelajaran yg akan berjalan ini dengan sebuah rencana kedisiplinan kelas yg sudah terpikirkan secara matang. Sebelum sekolah dimulai carilah dan pikirkan prosedur kedisiplinan yg bisa dipakai di kelas. Pakailah ide ide baru yg bisa didapatkan dan catatlah semua prosedur yg bisa dijalankan pada tahun tahun lalu dan tahun tahun mendatang.
6. Buatlah peraturan kelas bersama siswa, biarkan siswa membuat aturan mereka sendiri, agar mereka tidak merasa dipaksa untuk menjalankan aturan itu. Usahakan aturan tidak lebih dari lima hal agar mudah diingat dan mudah dijalankan.
7. Buatlah aturan kelas itu jelas dan dalam kalimat yang positif. Hindarkan kalimat negatif seperti: “ Dilarang/tidak boleh berisik dalam kelas” tapi gunakan kalimat “Semua siswa harus tenang”. Kalimat bernada positif dimaksudkan untuk menunjukkan tingkah yang bisa diterima di dalam lingkungan kelas. Sementara kalimat yang melarang harus dihindari agar siswa tidak merasa tertekan dan tidak menerti apa yang harus dilakukan.
8. Jangan lupa lima komponen aturan sekolah. Aturan sekolah haruslah:
a. adil
b. konsisten
c. tidak melanggar kehormatan dan pribadi seseorang
d. bisa dimengerti
e. bisa dilaksanakan.
9. Jangan pernah tidak memperhatikan ruang kelas. Beradalah di ruang kelas kalau siswanya sudah datang/ berada di ruang kelas.
10. Tidak semua kenakalan siswa perlu ditanggapi, menanggapi semua kenakalan siswa hanya akan buang buang waktu percuma dan kelas malah akan semakin ribut. Karena sebagian kenakaln siswa hany bermaksud memancing perhatian guru. Jangn ikuti permaian mereka.
11. Tanggapi kenakalan siswa yang :
a. Membahayakan siswa itu sendiri
b. Membahayakan siswa lain atau orang lain disekitarnya
c. Bisa merusak fasilitas sekolah.
d. Merugikan orang lain secara materi
e. Menggangu kepentingan orang atau siswa lain.

12. Jadilah guru yg bisa dipercaya dan konsisten dengan apa yg sudah diucapkan. Kalau seorang guru sudah mengatakan akan melakukan sesuatu, lakukan kalau tidak nanti tidak akan pernah dipercaya siswa.
13. Hargai setiap siswa. Aturan dan hukuman, bentakan dan caci maki kepada siswa tak akan pernah bisa menggantikan kebaikan dari rasa kasih sayang dan saling menghargai.
14. Ingatlah bahwa bentakan dan caci maki akan menimbulkan trauma psikologis pada siswa dan guru yang mencaci itu sendiri. Dan semua bentuk trauma itu akan mengganggu proses belajar.
15. Atur dan susunlah tempat duduk siswa jangan atur siswanya, karena siswa pasti duduk di tempat duduk, sementara kalau yang diatur siswanya akan terjadi keributan dalam kelas.
16. Pengaturan tempat duduk harus mencerminkan keperluan untuk belajar siswanya bukan untuk pidato gurunya. Karena yang akan belajr adalah siswa bukan guru.
17. Pengaturan tempat duduk juga harus memberi ruang dan memudahkan guru untuk memberi pengawasan dan berjalan keliling kelas untuk mendekati semua siswa.
18. Jangan pernah menganakemaskan salah satu siswa. Karena guru tugasnya adalah mengajar dan mendidik semua siswa bukan menciptakan piaraan dalam kelas.
19. Jangan pernah memakai pisau lipat sebagai gantungan kunci, gantungan HP atau asesoris lain. Sebab siswa bisa saja memakainya sebagi senjata untuk menyerang orang lain, sebagai guru anda akan ketiban apes karena harus bertanggungjawab dan pasti akan disalahkan dalam hal ini.
20. Bila guru terpaksa memakai alat alat yang bermata tajam seperti gunting, pisau, steppler, jarum dst tolong selalu dijaga dan jauhkan dari jangkauan siswa, atau kalau terpaksa siswa sendiri yang menggunakan peralatan itu maka guru harus memeberikan pengawasan yang ketat agar peralatn itu tidak melukai atau dipakai melukai siswa.
21. Jangan pernah ijinkan salah satu siswa bersembunyi dari anda (tidak ikut pelajaran, sembunyi diluar) atau sembunyi dibalik temannya yg berbadan besar ( di dalam kelas).
22. Pilihlah secara ketat permohonan permohonan siswa untuk keluar ruangan yang akan anda iyakan.
23. Gunakan suara anda untuk mengontrol tingkah laku siswa. Oleh karena itu guru harus mengembangkan nada suara yg kuat yg akan bisa dipahami oleh siswa.
24. Pengaturan kelas harus mendukung pengontrolan tingkah laku. Pisahkan siswa dari teman teman kelompoknya dan baurkan siswa itu dengan teman sekelas lainnya.
25. Siapkan pengaturan tempat duduk yg konsisten. Jangan ijinkan ada pengelompokan siswa hanya pada sudut tertentu di ruang kelas.
26. Tunjukkan bahwa nggak ada toleransi pada tingkah laku yg menyimpang di kelas anda. Jangan kasih hati pada siswa yang suka mengumpat dan berkata kotor di dalam kelas dan lingkungan sekolah.
27. Jangan pernah mencoba berbicara saat siswa siswa lagi pada ngobrol. Jangan mencoba membenamkan suara siswa dengan suara anda. Dijamin tidak akan pernah berhasil. Yang ada malah anda malu sendiri karna tidak didengar. Dan lama kelamaan kewibawaan anda bisa tergadai. Oleh karena itu diamkan dulu semua siswa baru anda bicara.
28. Kembangkan rutinitas dengan siswa, contoh” kalo mau bicara mau tanya siswa harus angkat tangan dulu”. Kalau proses ini tidak dijalankan maka sesi tanya jawab akan menjadi sesi kekacauan. Karena pertanyaan dan jawaban siswa yg tidak teratur dan tidak pada saat dan sikap yg tepat.
29. Lakukan pengawasan melekat kalo siswa berhubungan dengan sesuatu yg panas, tajam, dan berbahaya.
30. Semua hal yang dilakukan guru harus bermakna, karena siswa itu belajar makna makna. Sehingga semua hal yang dilakukan guru terhadap siswa harus ad tujuannya untuk pengajaran dan pendidikan. Jangan melakukan hal yg tidak bermakna misalnya; mengajak siswa becanda yg berlebihan, atau menghukum siswa dengan menulis sebuah kalimat berulang ulang sampai puluhan kali atau menyuruh berdiri siswa didepan kelas karena siswa tersebut menggangu temannya.
31. Tindakan guru terhadap siswa dianggap bermakna apabila dengan tindakan itu siswa bisa belajar tentang:

• Mengenal diri dan orang lain (understanding her/himself and others)
• Ketrampilan berkomunikasi (communication skills)
• Kemampuan berbaur dengan yang lain (how to get along with others)
• Belajar untuk belajar (Learning to learn)
• Membuat keputusan dan memecahkan masalah (making decision and problemsolving)
• Mengatur (managing)
• Kerja kelompok ( organizing)
• Kepemimpinan (leadership)
• Moralitas dan sopan santun (morality)
• Alam dan lingkungan hidup (environment)
• Pengembangan diri dan pembentukan karakter diri(character building)
• Toleransi
• Mengembangkan rasa tanggung jawab dan berjiwa kesatria (responsibility)

32. Jangan mentolerir dan tentu guru juga tidak boleh melakukan sikap yg merendahkan, penghinaan atau pelecehan. Semangat untuk saling menghargai dan menjaga baik pada diri dan orang lain maupun pada sarana dan prasarana sekolah harus ditumbuhkan.
33. Tempatkan siswa yg punya potensi melakukan tingkah laku yg kurang pas disekitar tempat duduk anda. Buatlah anak anak dengan kecenderungan bertingkahlaku menyimpang 100% sibuk selama guru mengajar.
34. Jangan biarkan siswa membawa pistol air, bola, gambar atau alat permaianan lain ke dalam kelas dan jangan izinkan siswa makan atau minum dikelas selama pelajaran.
35. Jangan pernah meninggalkan siswa dengan pekerjaanya diluar jangkauan pengawasan. Guru tidak boleh meninggalkan kelasnya, kalo terpaksa libatkan guru lain untuk menggantikan berada di dalam kelas.
36. Jangan pernah biarkan siswa tidak mencatat apa yg anda jelaskan dan terangkan di depan kelas.
37. Tetapkan batas toleransi yg kokoh dan konsisten. Karena siswa akan menguji guru dan menekan guru sampai sejauh yg mereka bisa untuk menentukan batas tingkah laku yg bisa mereka lakukan terhadap guru.
38. Jika ada sekelompok siswa masuk kelas dengan suara keras uring uringan. Tenangkan mereka dan suruh mereka letakkan kepala diatas meja didepan mereka, hal ini akan menenangkan mereka dan mengurangi kebisingan.
39. Hidupkan kemampuan management anda, agar mampu bereaksi secara spontan dengan respon yang tepat terhadap kesalahan tingkah laku, situasi salah urus, dan mengurangi tingkat kebisingan.
40. Sanksi yg anda berikan harus menyiratkan keadilan dengan sanksi sanksi lain yg pernah diberikan sebelumnya.Kalau terlalu sering terjadi keributan, cobalah dilihat dan dievaluasi lagi strategi pendisiplinan yg sudah di punya.
41. Skorsing dan bentuk hukuman lain sering berujung pada tuntutan hukum, berhati hatilah.
42. Jika memberi hukuman pada satu kesalahan, besok lagi ada yg melakukan kesalahan yg sama haruslah diberi sanksi yg sama. Agar siswa melihat keadilan dalam kelas dan peraturan kelas dipatuhi.
43. Hukuman keras pada siswa sebetulnya kurang efektif bagi siswa yg dihukum, sebaliknya malah akan memberi rasa takut pada siswa lain. Lingkungan sekolah yg penuh rasa takut bukanlah lingkungan yg baik untuk belajar. Di beberapa sekolah sudah tidak diijinkan lagi ada hukuman seperti itu.
44. Kalau mengkoreksi hasil test di kelas, janganlah diberikan satu persatu ketika selesai dikoreksi. Berikan hasil koreksi itu bersamaan, agar tidak menimbulkan keributan.
45. Jangan izinkan ada siswa berdiri didepan meja guru tanpa kepentingan, karena akan disusul siswa yang lain dan terjadi keributan didepan meja guru. Siswa tang dibelakang akan ikut ribut dan kelas tidak terkontrol.
46. Bila ada masalah dengan siswa harus segera diselesaikan saat itu juga, penundaaan penyelesaian masalah akan berdampak pada kurang efektifnya penyelesaian masalah yg ditetapkan.Bila pengaturan disiplin siswa diluar kelas kurang baik, maka akan berdampak buruk pada tingkah laku siswa di dalam kelas. Oleh karena itu kedisiplinan siswa harus dijaga baik di dalam maupun diluar kelas.
47. Ingatlah kalau masalah besar yg terjadi pada siswa hari ini tak akan terjadi esok hari. Jadi jangan terbawa emosi.
48. Pelaksanaan disiplin kelas yg terbaik akan muncul jikalau anda punya pemahaman yg mendalam tentang siswa siswi anda. Perlu diingat anak anak sekarang rata rata memiliki beban mental dan psikological dari rumah dan dari masyarakatnya.
49. Selalu ingat bahwa orang akan bersikap, bertindak dan bereaksi secara berbeda ketika mereka di dalam suatu kelompok dan ketika mereka sendirian. Oleh karena itu tehnik pendisiplinan yg tepat pada saat seorang siswa sendirian belum tentu tepat bagi siswa yg sama pada saat siswa itu berada di dalam lingkungan teman temannya.
50. Ruang kelas sekarang lebih bervariasi jenis etnisitasnya, kebudayaannya, pandangan hidupnya, agamanya dst. Guru diharapkan mampu mengembangkan sensitifitas terhadap perbedaan perbedaan itu.
51. Semakin terorganisir suatu kelas akan semakin disiplin kelas itu, semakin anda antusias dalam mengajar, semakin antusias juga siswa mendengarkan.
52. Jangan menaruh gelas minuman sembarangan di dalam kelas, siswa bisa menambahkan sesuatu ke minuman anda.
53. Memang benar seharusnya ada kebijakan disiplin yang disetujui semua orang disetiap sekolah. Namun anda tidak bisa juga berharap bahwa semau guru setuju semua hal yg anda mau.
54. Hadapi siswa dengan kelembutan seorang ibu atau ayah. Mereka masih memerlukan perhatian dan kasih sayang, bukan bentakan.
55. Ingatlah Mereka dititipkan orang tuanya untuk dididik bukan untuk dibentak bentak dan diajari kebencian cacimaki dan kata kata kasar.

Profil pelajar yang seharusnya dihasilkan semua sekolah



Profil pelajar ini saya ambilkan dari profil pelajar yang digariskan IBO (international baccalaureate organization)tahun 2005. beginilah profil pelajar yang akan dibangun oleh sekolah sekolah bertaraf internasioanl itu. kita coba bukan untuk mencontek tapi marilah kita belajar juga dari mereka.

Tujuan dari seluruh program program IB adalah untuk mengembangkan manusia manusia berwawasan internasional yang menyadari hakekat kemanusian secara umum dan mau bersama sama menjaga planet (bumi) ini, serta mampu menciptakan dunia yang lebih baik dan lebih damai.

Pelajar pelajar IB akan berusaha menjadi:

1. Tukang tanya
Mereka berusaha mengembangkan keingintahuan alamiah mereka. Mereka mendapatkan ketrampilan ketrampilan yang diperlukan untuk selalu bertanya dan melakukan penelitian serta menunjukkan kemandirian dalam belajar. Mereka secara aktif menikmati (proses) belajar, dan kesukaan untuk belajar ini akan berlanjut sampai akhir hayat mereka.

2. Berpengetahuan luas
Mereka menjelajahi seluruh konsep, gagasan, dan isu isu yang memiliki arti penting baik secara local maupun global. Dalam pelaksanaannya mereka akan memperoleh pengetahuan yang mendalam dan mengembangkan pemahaman dari berbagai macam disiplin yang luas dan seimbang.

3. Pemikir
Mereka melatih inisiatif penggunaan kemampuan kemampuan berfikir mereka secara kritis dan kreatif untuk memahami dan mendekati permasalahn permasalahan yang rumit guna membuat keputusan yang etis dan masuk akal.

4.Komunikator handal
Mereka mengerti dan mampu mengungkapkan gagasan serta informasi secara kreatif dan percaya diri dengan menggunakan lebih dari satu bahasa dan dalam berbagai macam bentuk komunikasi. Mereka akan bekerja secara efektif dan mau bekerjasama dengan orang lain.

5.(Orang yang) berpendirian
Mereka bertindak dengan integritas dan kejujuran, dengan ketulusan (fairness) yang tinggi, keadilan dan hormat terhadap harga diri dan kebanggaan individu, kelompok, maupun masyarakat. Mereka bertanggung jawab atas tindakan tindakan mereka dan juga akibat yang ditimbulkannya.

6. Berwawasan terbuka
Mereka memahami dan menghargai kebudayaan dan sejarah pribadi mereka sendiri dan mereka juga terbuka pada pandangan, nilai nilai, tradisi orang ataupun masyarakat lain. Mereka terbiasa dengan pencarian dan evaluasi terhadap berbagai sudut pandang, dan mau berkembang berdasarkan pengalaman.

7. Perhatian
Mereka menunjukkan empati, keharuan dan hormat terhadap keperluan dan perasaan orang lain. Mereka memiliki komitmen pribadi untuk melayani dan mereka bertindak untuk membuat perubahan perubahan positif bagi kehidupan orang lain maupun bagi lingkungan.

8. Penantang Resiko
Mereka mendatangi keadaan (situasi) yang tak mereka mengerti dan ketidakpastian dengan berani dan dengan pikiran kedepan. Mereka memiliki semangat kemandirian untuk mengekplorasi peran-peran baru, gagasan gagasan barudan strategi strategi baru. Mereka berani dan mampu berbicara jelas dalam mempertahankan keyakinan mereka.

9.Seimbang
Mereka mengerti pentingnya keseimbangan intelektualitas, keseimbangan fisik, dan keseimbangan emosional untuk menggapai kesejahteraan pribadi baik bagi mereka sendiri maupun untuk orang lain

10. Reflektif
Mereka mempertimbangkan masak-masak proses pembelajaran dan pengalaman mereka. Mereka mampu menilai dan mengerti kekuatan serta keterbatasan mereka guna mendukung pembelajaran dan perkembangan pribadi mereka sendiri.

Pendidikan Abad 21 Wajib Mendorong Siswa Untuk Melek Informasi.

  Sudah berulang kali penulis sampaikan bahwa pendidikan di abad 21 haruslah bersifat berbagi informasi, tidak lagi bersifat penyuapan inf...